IKUTILAH AJANG POTENSI PELAJAR ISLAM. Minggu, 24 Juli 2011 di Kampus Iprija
Ikutilah Lomba Pidato Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, Marawis/Nasyid, MTQ di Ajang Potensi Pelajar Islam (APPI). Minggu, 24 Juli 2011 di Kampus IPRIJA

Minggu, 09 Agustus 2009

Komitmen seorang muslim dari sisi Akhlaq Kemuliaan

Akhlaq adalah bahagian utama bagi ajaran Islam sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah saw bahwa tujuan diutusnya Rasulullah saw:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq”.

Hal ini dipertegas lagi di dalam Al-Quran:

“Yaitu mereka (umat Islam) yang jika Kami berikan mereka kekuasaan memerintah di bumi niscaya mereka mendirikan shalat serta memberi zakat, dan mereka menyuruh berbuat kebaikan serta melarang dari melakukan kejahatan dan perkara yang mungkar dan (ingatlah) bagi Allah jualah kesudahan segala urusan”. (Al-Hajj: 41).

Allah juga berfirman:

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertaqwa”. ( Al-Baqarah:177).

Kemuliaan akhlaq adalah tanda keimanan seseorang, karena ia adalah hasil dari keimanannya.

Adalah tidak sempurna dan bahkan dapat berakibat hilangnya keimanan seseorang yang tidak berakhlaq. Berhubung dengan hal inilah Rasulullah saw menyatakan:

“Bukanlah iman itu hanya dengan angan-angan tetapi iman itu ialah keyakinan yang tertanam di dalam hati dan dibuktikan dengan perbuatan”. (Ad-Dailami).

Rasulullah saw pernah ditanya tentang apa itu agama? Beliau menjawab: Kemuliaan akhlaq (Husnul Khuluq). Dan ketika ditanya tentang apa itu kejahatan, beliau menjawab: Akhlaq yang buruk (Su’ul Khuluq).

Akhlaq mulia yang dimiliki oleh seorang hamba merupakan perbuatan yang paling berat dalam timbangan di hari kiamat nanti. Oleh karena itu barangsiapa yang rusak akhlaqnya dan buruk perbuatannya tidak akan dimuliakan hisabnya.

Rasulullah saw bersabda:

“Tidak ada sesuatu yang lebih berat di atas neraca timbangan seorang hamba di hari kiamat selain dari akhlaq yang baik”. (Abu Daud dan Tirmizi).

Di dalam Islam akhlaq yang mulia itu lahir sebagai hasil dari berbagai ibadah yang dilakukan. Tanpa hasil ini, tinggallah ibadah-ibadah itu hanya sebagai ritualisme belaka dan amalan yang tidak memiliki nilai dan tidak membawa faedah. Karena itulah Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar”. (Al-Ankabut:45).

Rasulullah menjelaskan perkara ini dengan sabdanya:

“Barangsiapa yang shalat (tetapi) tidak dapat mencegah (dirinya) dari berbuat keji dan mungkar, maka ia akan bertambah jauh dari Allah”. (Thabrani).

Rasulullah saw juga menyebut perkara yang sama bagi faedah ibadah puasa:

“Apabila seseorang yang berpuasa, janganlah dia melakukan rafats (mengeluarkan kata-kata yang bisa menimbulkan syahwat, kotor dan maksiat) dan bertengkar. Jika dia dicela atau diperangi maka katakanlah: Saya ini sedang berpuasa”. (Muttafaqun alaih).

Sehubungan dengan ibadah Haji Allah juga berfirman:

“(Masa untuk mengerjakan ibadah) Haji itu ialah beberapa bulan yang terbilang. Oleh yang demikian barangsiapa yang telah mewajibkan dirinya (dengan niat mengerjakan) ibadah Haji itu, maka tidak boleh mencampuri istri dan tidak boleh membuat maksiat dan tidak boleh bertengkar, dalam masa mengerjakan ibadah Haji”. (Al-Baqarah:197).

Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa yang telah sempurna menunaikan Haji tanpa melakukan rafath (mengeluarkan kata-kata kotor dan keji) dan melakukan perkara-perkara yang fasiq, (berarti) dia kembali (dalam keadaan suci bersih) sebagaimana dia baru dilahirkan dari rahim ibunya”. (Muttafaqun Alaih).

Sifat-sifat dan Akhlaq Seorang Muslim

Di antara ciri-ciri akhlaq yang sewajarnya menghiasi diri seorang insan supaya dia menjadi seorang muslim yang benar dan komitmen dengan akhlaq mulia adalah sebagai berikut:

1. Bersifat wara’ dari melakukan perkara-perkara yang syubhat.

Seorang muslim harus menjauhkan diri dari segala perkara yang dilarang oleh Allah dan juga perkara-perkara yang samar-samar antara yang halal dan yang haram (syubhat) berdasarkan hadits Rasulullah saw yang berbunyi:

“Sesungguhnya yang halal itu nyata (terang) dan haram itu nyata (terang) dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yang memelihara (dirinya dari) segala yang syubhat, sesungguhnya dia telah memelihara agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang jatuh ke dalam syubhat, jatuhlah ia ke dalam yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembala di sekeliling kawasan larangan, hampir saja (ternaknya) makan di dalamnya. Ketahuilah bahwa bagi tiap-tiap raja ada kawasan larangan. Ketahuilah bahwa larangan Allah ialah segala yang diharamkannya. Ketahuilah! Bahwa di dalam badan ada segumpal daging, apabila ia baik, baiklah badan seluruhnya dan apabila ia rusak, rusaklah seluruhnya. Ketahuilah! Itulah yang dikatakan hati”. (Bukhari dan Muslim).

Adapun tingkat pencapaian derajat wara’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Rasulullah saw di dalam haditsnya:

“Seorang hamba (Allah) itu tidaklah termasuk di dalam golongan muttaqin (orang yang bertaqwa) sehingga dia meninggalkan sesuatu perkara yang tidak menjadi kesalahan (jika dilakukan tetapi ia meninggalkannya) karena sikap berhati-hati dari terjerumus ke dalam kesalahan”. (Tirmizi, Ibn Majah dan Al-Hakim dan Tirmizi berkata: Hadits ini Hassan)

2. Memelihara Penglihatan Seseorang muslim itu mestilah memelihara dirinya dari melihat perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah karena pandangan terhadap sesuatu (yang menarik itu) dapat merangsang syahwat dan merupakan faktor yang membawanya terjerumus pada pelanggaran dan maksiat.

Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran mengingatkan bahwa orang-orang mukmin supaya memelihara diri dari penglihatan yang tidak memberi faedah. Allah SWT berfirman:

“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka menjaga pandangan mereka (daripada memandang yang haram). (An-Nur:30).

Rasulullah saw juga bersabda:

“Pandangan itu adalah salah satu panah dari panahan iblis”. (Al-Hakim dan At-Thabrani)

Rasulullah saw juga mengingatkan:

“Kamu hendaklah memelihara pandangan kamu, menjaga kehormatan (kemaluan) kamu atau Allah akan memburukkan muka kamu”. (At-Thabrani).

3. Memelihara Lidah:

Seorang muslim mesti memelihara lidahnya dari menuturkan kata-kata yang tidak berfaedah, perbuatan-perbuatan yang buruk dan kotor, ucapan-ucapan kosong, mengumpat, keji dan mengadu domba. Imam Nawawi mengatakan: “Ketahuilah, seseorang mukallaf itu sewajarnya menjaga lidahnya dari ucapan yang tidak bermanfaat kecuali percakapan yang menghasilkan kebaikan. Apabila bercakap dan berdiam diri adalah sama saja hasilnya maka mengikut sunnahnya adalah lebih baik berdiam diri karena percakapan yang diharuskan mungkin membawa kepada yang haram atau makruh. Kejadian demikian telah banyak berlaku tetapi kebaikan darinya adalah jarang.

Sebenarnya banyak dari hadits-hadits Rasulullah saw yang menerangkan keburukan dan bencana lidah bagi pemiliknya: Seperti hadits nabi saw:

“Tidaklah dijerumuskan muka manusia ke dalam neraka kecuali sebagai hasil dari jelek lidahnya. (At-Tirmizi).

Rasulullah saw juga bersabda:

“Bukanlah dianggap seorang mukmin (jika) yang suka menuduh, suka melaknat, berkata kotor dan keji. (At-Tirmizi).

Beliau juga bersabda:

“Barangsiapa yang banyak bicara maka akan banyak kesalahannya, dan barangsiapa yang banyak kesalahannya maka akan banyak dosanya dan barangsiapa yang banyak dosanya, api nerakalah paling layak untuk dirinya. (Baihaqi).

4. Bersifat Pemalu:

Seseorang muslim mestilah bersifat pemalu dalam setiap keadaan. Namun demikian sifat tersebut tidak seharusnya menghalanginya dari mengucapkan kebenaran.

Di antara sifat pemalu seseorang ialah ia tidak masuk mencampuri urusan orang lain, memelihara pandangan, merendah diri, tidak meninggikan suara ketika berbicara Diceritakan dari Rasulullah saw bahwa beliau adalah seorang yang sangat pemalu, lebih pemalu dari anak gadis yang berada di balik tabir. Rasulullah saw bersabda:

“Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang atau enam puluh cabang, maka yang paling utama ialah ucapan Lailaha Illallah (Tidak ada tuhan yang sebenarnya melainkan Allah) dan yang paling rendah ialah membuang duri dari jalan dan sifat malu ialah satu cabang dari iman. (Baihaqi).

Para ulama juga berkata: Hakikat malu itu ialah sifat yang menggerakkan seseorang meninggalkan kejahatan dan menghalanginya dari mengacuhkan hak orang lain.

5. Bersifat Lemah-lembut dan Sabar

Di antara sifat-sifat yang paling jelas yang wajib tertanam di dalam diri seseorang Muslim ialah sifat sabar dan lemah-lembut, karena kerja untuk Islam akan berhadapan dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan, bahkan di jalan dakwah yang memang penuh dengan kepayahan, penyiksaan, penindasan, tuduhan, ejekan dan tindakan yang memalukan. Semua halangan-halangan ini sering dihadapi oleh para aktivis dakwah Islam, sehingga semangat mereka menjadi pudar, gerakan menjadi lumpuh malah mereka mungkin terus berpaling meninggalkan medan dakwah.

Dari keterangan ini jelaslah bahwa tugas dan tanggungjawab seorang da’i adalah salah satu tugas yang barat dan amat sukar. Ia bertanggung jawab menyampaikan dakwah kepada seluruh lapisan manusia yang berbeda kebiasaan, taraf pemikiran dan tabiatnya.

Dan seorang da’i akan terus menyampaikan dakwahnya kepada orang-orang jahil dan orang alim, orang yang berpikiran terbuka dan orang yang emosional (sensitif), orang yang mudah menerima dan orang yang keras kepala, orang yang tenang dan orang yang mudah tersinggung.

Namun demikian, seorang da’i wajib menyampaikan dakwah kepada semua golongan itu sesuai dengan kadar kemampuan penerimaan akal mereka. Dan berusaha menguasai dan memasuki jiwa mereka seluruhnya. Semua ini sudah pasti memerlukan kekuatan dari kesabaran yang tinggi, ketabahan dan lemah lembut. Oleh itu kita dapati banyak ayat-ayat Al-Quran dan hadits Nabi menganjurkan dan mengarahkan agar seseorang dai itu berakhlaq dengan sifat sabar, lemah-lembut dan berhati-hati.

A. Arahan-arahan Dari Al-Quran:

Di antara arahan-arahan Al-Quran ialah:

Allah berfirman:

“Dalam pada itu (ingatlah), orang yang bersabar dan memaafkan (kesalahan orang terhadapnya), sesungguhnya yang demikian itu adalah dari perkara-perkara yang dikehendaki diambil berat (melakukannya)”. (Asy-Syura:43).

Allah Berfirman:

“Oleh itu biarkanlah (golongan kafir yang mendustakan kamu itu wahai Muhammad) serta layanilah mereka dengan cara yang baik” (Al-Hijr:85).

Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar saja yang akan disempurnakan pahala mereka dengan tidak terkira”. (Az-Zumar:10).

Allah Berfirman:

“Dan (sebaliknya) hendaklah mereka memaafkan serta melupakan kesalahan orang-orang itu, tidakkah kamu suka supaya Allah mengampunkan dosa kamu? (An-Nur 22).

Allah Berfirman:

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”. ) Al-Furqan, Ayat: 63).

B. Nasihat-nasihat nabi saw

Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya seorang hamba itu akan mencapai derajat orang-orang yang berpuasa serta shalat malam dengan sifat lemah lembutnya”. (Tirmizi dari ‘Aisyah dan Abdul Qadir al-Arnaut berkata: Sanadnya sahih)

Rasulullah saw juga bersabda:

“Maukah aku beritahukan kepadamu suatu perkara yang dengannya Allah akan memuliakan kedudukanmu dan mengangkatnya kepada beberapa derajat yang tinggi?. Mereka menjawab: Ya! Beliau bersabda: Berlemah-lembut lah kamu terhadap orang jahil, maafkanlah orang yang menzhalimi kamu, luaskanlah pemberian kepada orang yang menahan pemberiannya kepadamu dan sambung lah hubungan silaturahim terhadap orang yang memutuskannya terhadap kamu”. (At-Thabrani dan Al-Bazzar)

Rasulullah saw juga bersabda:

“Apabila Allah SWT menghimpunkan makhluk-Nya di hari Kiamat, penyeru pada hari itu menyeru: “Di manakah orang-orang yang mempunyai keistimewaan”. Beliau bersabda: “Lalu bangun segolongan manusia dan bilangan mereka adalah sedikit. Mereka semua bergerak dengan cepat memasuki surga lalu disambut oleh para malaikat.” Kemudian mereka ditanya: “Apakah keistimewaan kamu?” Mereka menjawab: “Apabila kami dizhalimi kami bersabar, apabila dilakukan kejahatan kepada kami, kami berlemah-lembut”. Lalu dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu ke dalam Surga karena ia adalah sebaik-baik ganjaran bagi orang-orang yang beramal”. (Al-Baihaqi dalam “Syuab al-Iman” dan beliau berkata: “Terdapat kelemahan dalam sanadnya)

C. Contoh-contoh dari perbuatan para Nabi:

1. Pada hari peperangan Hunain seseorang (yang tidak puas hati dengan pembagian harta rampasan perang) berkata:

“Demi Allah, sesungguhnya ini adalah pembagian yang tidak adil dan tidak bertujuan mendapat keridhaan Allah”. Setelah diceritakan kepada Rasulullah saw, beliau bersabda: “Semoga Allah merahmati Nabi Musa karena ia disakiti lebih dari ini tetapi ia sabar”. (Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)

2. Anas r.a telah berkata:

“Pada suatu hari Rasulullah saw memasuki sebuah masjid. Ia memakai kain selendang buatan Najran yang kasar buatannya. Tiba-tiba seorang Arab Badui datang dari arah belakang beliau lalu menarik kain tersebut dari belakang sehingga meninggalkan bekas di leher beliau. Badui tersebut berkata: “Wahai Muhammad, berikanlah kepada kami harta Allah yang ada di sisimu, lalu Rasulullah saw berpaling kepadanya dengan wajah yang tersenyum dan beliau bersabda: “Perintahkan kepada yang bersangkutan supaya berikan kepadanya. (Bukhari dan Muslim)

3. Abu Hurairah menceritakan:

“Bahwa seorang Arab Badui telah berkata kepada Rasulullah saw: “Wahai Muhammad! Bawalah gandum ke atas dua ekor untaku, karena kalau engkau buat begitu ia bukan harta engkau dan bukan juga harta bapak engkau”. Kemudian dia menarik kain selendang Rasulullah saw meninggalkan bekas kemerahan di leher beliau. Lalu Rasulullah saw memerintahkan supaya membawa kepada Badui tersebut sekarung gandum dan tamar.

4. At-Thabrani menceritakan:

“Bahwa seorang wanita bercakap rafats (ucapan yang dapat membangkitkan nafsu) kepada sekumpulan lelaki, lalu dia melintas di hadapan Rasulullah saw ketika Nabi sedang memakan roti berkuah di atas tanah. Kemudian wanita tersebut berkata: “Kamu lihatlah kepadanya, dia duduk seperti seorang hamba dan dia makan juga seperti seorang hambai”.

5. Abu Hurairah r.a menceritakan:

“Seorang lelaki berkata: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya mempunyai kaum kerabat yang selalu saya hubungi mereka tetapi mereka semua memutuskan hubungan dengan saya, saya berbuat baik kepada mereka tetapi mereka berbuat jahat kepada saya, saya berlemah-lembut dengan mereka tetapi mereka bersikap keras kepada saya”. Lalu beliau bersabda: “Jika sekiranya engkau berbuat seperti yang engkau katakan seolah-olah engkau menjemukan mereka dan engkau tetap akan mendapat pertolongan dari Allah selama engkau berbuat demikian”.

6. Pada suatu ketika datang seorang Yahudi menuntut utang kepada Rasulullah saw dengan berkata:

“Kamu dari Bani Abd. Manaf adalah bangsa yang suka melambat-lambatkan pembayaran utang”. Ketika itu Umar bin Al-Khattab ada bersamanya dan dia hampir-hampir memenggal leher Yahudi itu, lalu Rasulullah saw berkata kepadanya: “Wahai Umar! Sepatutnya engkau menyuruhnya meminta kepadaku dengan cara yang baik dan menuntut aku juga membayar dengan baik”.

7. Diriwayatkan Bahwa Nabi Isa as bersama para pengikut setianya (Hawariyyun) menjelajah dari satu kampung ke satu kampung yang lain karena berdakwah. Lalu di dalam dakwahnya itu dia berkata kepada manusia dengan cara yang baik, sebaliknya mereka membalasnya dengan kata-kata yang buruk, kutukan dan makian. Para pengikut setia Nabi Isa merasa heran terhadap tindakan itu lalu mereka bertanya tentang rahasia perbuatan demikian. Beliau berkata:

“Setiap orang itu mengeluarkan (membelanjakan) apa yang ada padanya”.

Semua peristiwa di atas dan peristiwa lainnya menjadi bukti yang kongkret dan menguatkan lagi akan kewajiban bagi para dai supaya bersifat lemah-lembut, sabar dan berlapang dada khususnya apabila terhadap cobaan yang menyakitkan tersebut datangnya dari kaum kerabat, sahabat dan handai taulan, orang-orang yang dikasihi, teman-teman dan saudara. Karena sifat lemah-lembut, sabar dan berlapang dada itu akan menghasilkan kasih-sayang, kelembutan hati dan menghapuskan perpecahan serta perbedaan. Cukuplah seseorang dai itu melakukan apa yang diridhai oleh Allah.

8. Bersifat Benar dan Jujur.

Seorang muslim itu mesti bersifat benar dan tidak berdusta. Berkata benar sekalipun kepada diri sendiri karena takut kepada Allah dan tidak takut kepada celaan orang. Sifat dusta adalah sifat yang paling jahat dan hina dan ia menjadi pintu masuk kepada tipu daya syaitan. Seseorang yang memelihara dirinya dari kebiasaan berdusta berarti dia memiliki pertahanan dan benteng yang dapat menghalang dari was-was syaitan dan bisikan-bisikannya.

Berhati-hati dan memelihara diri dari sifat dusta akan menjadikan jiwa seorang itu mempunyai pertahanan dan benteng yang kokoh menghadapi rayuan dan tipu-daya syaitan.

Dengan demikian, jiwa seseorang akan senantiasa bersih, mulia dan terhindar dari tipu-daya syaitan. Sebaliknya sifat dusta meruntuhkan jiwa dan membawa kehinaan pribadi manusia. Karena itulah Islam mengharamkan sifat dusta dan menganggap sebagai satu penyakit dari penyakit-penyakit yang dilaknat. Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya sifat benar membawa kepada kebajikan dan sesungguhnya kebajikan itu membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa bersifat benar hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang benar. Dan sesungguhnya sifat dusta itu membawa kepada kezhaliman (kejahatan) dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seorang lelaki yang senantiasa berdusta sehingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta”. (Muttafaqun Alaih).

9. Bersifat Rendah Diri

Seseorang muslim mestilah bersifat tawadhu atau merendah diri khususnya terhadap saudara-saudaranya yang muslim dengan cara tidak membedakan (dalam memberikan pelayanan); baik yang miskin maupun yang kaya. Rasulullah saw sendiri memohon perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari sifat-sifat takabur (membangga diri).

Beliau bersabda:

“Tidak akan memasuki surga bagi siapa yang di dalam hatinya terdapat sebesar zarrah (sedikit) sifat takabur.” (Muslim).

Di dalam Hadits Qudsi pula Allah berfirman:

“Kemuliaan itu ialah pakaian-Ku dan membesarkan diri itu ialah selendang-Ku. Barangsiapa yang mencoba merebut salah satu dari keduanya pasti Aku akan menyiksanya”. (Muslim).

10. Menjauhi Buruk sangka dan Mengumpat: Menjauhi buruk sangka, mengumpat dan mengintai-intai keburukan orang lain. Oleh karena itu seseorang itu harus menjauhi sifat-sifat ini karena mematuhi Allah Berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”. (Al-Hujurat:12).

Allah juga berfirman lagi:

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. (Al-Ahzab:58).

Dan Rasulullah saw bersabda:

“Wahai orang-orang yang beriman dengan lidahnya saja, sedang iman belum memasuki hatinya, janganlah kamu mengumpat orang-orang Islam yang lain dan janganlah kamu mengintai-intai keburukan mereka, karena barangsiapa yang mengintai-intai keburukan saudaranya, Allah akan membongkar keburukannya sekalipun dia berada di dalam rumahnya”. (Abu Daud).

11. Bersifat Pemurah.

Seorang Muslim selayaknya bersifat pemurah, sanggup berkorban dengan jiwa dan harta bendanya pada jalan Allah. Di antara cara yang dapat menyingkap kebakhilan seseorang itu ialah dengan cara memintanya membelanjakan uang karena berapa banyak dari kalangan mereka yang berkedudukan, bercita-cita tinggi serta berpangkat gugur dari jalan ini, disebabkan oleh sikap rakus terhadap harta benda duniawi.

Di dalam Al-Quran sendiri terdapat banyak ayat yang menjelaskan ciri-ciri keimanan yang dikaitkan dengan sifat pemurah. Di antaranya:

“Dan yang mendermakan sebahagian dari apa yang Kami anugerahkan kepada mereka”. (Al-Anfal: 3).

“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (Al-Baqarah:272).

Adapun bagi orang-orang yang bakhil atau kikir seharusnya mendengar dan mengambil pelajaran dan pesan Rasulullah saw yang berbunyi:

“Tidak ada suatu hari-pun yang dilalui oleh seorang hamba kecuali (hari-hari) didatangi oleh dia Malaikat lalu salah satu darinya berdoa: “Ya Allah! Berikanlah ganti kepada si hamba yang menafkahkan hartanya”. Manakala Malaikat yang kedua pula berdoa: Ya Allah! Berikanlah kebinasaan kepada si hamba yang bakhil ini”. (Bukhari dan Muslim)

12. Qudwah Hasanah (Suri Teladan Yang Baik)

Selain dari sifat-sifat yang dinyatakan di atas, seorang muslim harus menjadikan dirinya contoh dan teladan yang baik kepada orang lain terutama keluarganya. Segala tingkah-lakunya adalah menjadi gambaran akan prinsip-prinsip Islam serta adab-adabnya seperti dalam hal makan, minum, cara berpakaian, ucapan, dalam suasana aman, dalam perjalanan bahkan dalam seluruh tingkah laku dan diamnya. (Kitab-kitab yang membicarakan secara khusus mengenai permasalahan ini yang dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi umat Islam di antaranya ialah Kitab Riyadhus Shalihin karangan Imam Nawawi, Kitab Khuluq Muslim (Akhlaq Seorang Muslim) karangan Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali dan Hayat As-Sahabah karangan Al-Kandahlawi.

_________________________________________________________________

Sumber: Madza Ya’ni intima’ii lil Islam (Apa komitmen saya terhadap Islam) Fathi Yakan

Tidak ada komentar:

Aku menangis bukan karena takut mati atau karena kecintaanku kepada dunia. Akan tetapi, yang membuatku menangis adalah kesedihanku karena aku tidak bisa lagi berpuasa dan shalat malam.” (‘Amir bin ‘Abdi Qais)